Sejauh ini wacana otonomi desa diwarnai oleh perdebatan empat perspektif. Pertama, perspektif maksimalis, yang berupaya memperjuangkan otonomi desa secara maksimal dalam konstitusi. Seorang kolega dari Universitas Brawijaya, Ibnu Tricahyo, selalu mengatakan bahwa kebijakan yang berorientasi pada pembagian kewenangan dan keuangan kepada desa sebenarnya merupakan kebijakan parsial, sehingga advokasi otonomi desa harus dilakukan dengan cara mempertegas pengaturan konstitusi atas kedudukan desa dalam ketatanegaraan Indonesia. Kedudukan desa itu, tutur Ibnu, harus otonom di hadapan negara, bukan sekadar subsistem dari pemerintahan kabupaten.
Itu adalah pandangan maksimalis dari sisi legal-formal. Kalau dari sisi sosiologis, para aktivis NGO pejuang adat dan pembaharuan agragia mengatakan bahwa otonomi desa harus dimulai dengan pemilihan property right komunitas lokal dan pembaharuan agraria. Dengan penuh semangat, mereka mengatakan bahwa pemba-haruan agraria adalah alas pembaharuan desa, dan juga otonomi desa.
Untuk lebih lengkapnya bisa di download disini
0 komentar:
Posting Komentar