Jumat, 24 Desember 2010

LEMBAGA POLITIK


Secara awam berarti suatu organisasi, tetapi lembaga bisa juga merupakan suatu kebiasaan atau perilaku yang terpola. Perkawinan adalah lembaga sosial, baik yang diakui oleh negara lewat KUA atau Catatan Sipil di Indonesia maupun yang diakui oleh masyarakat saja tanpa pengakuan negara. Dalam konteks ini suatu organisasi juga adalah suatu perilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama, organisasi bisa formal maupun informal. Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola dalam bidang politik.
Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau sekarang KPU-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk di parlemen.
Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah merobah lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.
Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku.


PERILAKU POLITIK


Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:
  • Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
  • Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat
  • Ikut serta dalam pesta politik
  • Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
  • Berhak untuk menjadi pimpinan politik
  • Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku
Jika konsep atau definisi pembangunan politik adalah sebuah kasus, kita perlu melihat secara sederhana untuk memberikan definisi yang real atau nyata terhadap apa yang dimaksud dengan pembangunan politik itu. Dalam mendefinisikan pembangunan politik, kita melihat tiga unsur secara sederhana ditemukan menurut Pye, yang pertama adalah menghubungkan pembangunan politik terhadap pembangunan sosial ekonomi. Dalam hal ini, pembangunan sosial ekonomi mempunyai kaitan yang erat dengan politik. Yang kedua, adalah kaitan antara pembangunan politik dengan organisasi dan struktur politik. Dalam hal ini kita melihat secara jelas bahwa organisasi politik dalam hal ini adalah pemerintah atau yang berkuasa mempunyai keterlibatan yang sangat erat dengan pembangunan politik yang mengacu atau mengarah kepada pembangunan bangsa dan negara, mulai dari birokrasi, pelayanan publik, sampai kepada struktur administratif. Dan yang ketiga adalah pembangunan politik yang dikaitkan dengan nilai-nilai dari politik. Maksudnya disini adalah bahwa pembangunan politik dilihat dari unsur-unsur, hakikat-hakikat, atau nilai-nilai dari politik itu sendiri. Seperti contoh pembangunan politik melalaui demokrasi, melalui pengerahan massa, melalui kekuasaan, dll.
Dari ketiga dasar definisi pembangunan politik diatas, saya berkesimpulan bahwa pembangunan politik adalah sebuah upaya meningkatkan nilai-nilai positif pada sebuah negara dalam berbagai aspek politik. Baik itu melalui sudut pandang sosial ekonomi yang menitik beratkan pembangunan politik yang merata, dalam hal ini ekonomi dan sosial melihat adanya kesejahteraan pada rakyat dan juga pemerintah. Kemudian dalam sebuah organisasi atau sturuktur politik, dimana dalam sudut pandang ini peran pemerintah terhadap rakyat sebagai yang diperintah, tidak semata-semata menguasai saja, tetapi juga melayani. Sehingga output yang dihasilkan dari pemerintah seluruhnya dapat memberikan kenyamanan dan keamanan terhadap rakyat. Dan yang terakhir dari sudut pandang nilai-nilai politik dimana demokrasi sebagai contohnya, melihat pembangunan politik melalui hakikat-hakikat demokrasi yang dijalankan secara utuh di sebuah negara.
Sebagai studi kasus di indonesia saat ini, saya berkecenderungan melihat pembangunan politik melalui sudut pandang organisasi atau struktur politik. Dalam hal ini pemerintah mempunyai peran yang sangat besar terhadap kualitas pelayanan publik. Jika peran pemerintah terhadap rakyat sebagai yang diperintah, tidak semata-semata menguasai saja, tetapi juga melayani. Pemerintah harus konsisten dan selalu mengutamakan kepentingan rakyat. Dalam hal ini Indonesia belum bisa menerapkan secara benar bagaimana birokrasi dijalankan. Di indonesia birokrasi kini dijadikan sebagai sebuah komoditas baru bagi aparat pemerintah dalam mencari uang di belakang meja. Sedikit-sedikit main uang bila ingin cepat, makin besar jumlahnya makin cepat birokrasi itu selesai. Dan hal ini belum bisa diantisipasi melalui sistem yang ada. Hal ini tentu berdampak besar terhadap rakyat yang dilayani oleh pemerintah. Rakyat bukan dilayani tetapi melayani. Hal tersebutlah yang mendorong adanya penurunan pembangunan politik di kalangan pemerintah dalam hal birokrasi contohnya. Baik dari sistem yang kurang bisa meminimalisir waktu dalam hal birokrasi, sehingga terkesan lama dan main uang bila ingin cepat. Kemudian dari sikap dan etika aparat pemerintah yang seharusnya melayani bukan ingin dilayani.

SEJARAH DALAM ILMU POLITIK

Ilmu politik erat hubungannya dengan sejarah dan filsafat, karena sejarah merupakan alat yang paling penting bagi ilmu politik, karena sejarah merupakan bahan atau data /fakta dari masa lampau untuk diolah lebih lanjut.
Menurut Harold Lasswell, politik adalah kegiatan masyarakat yang berkisar pada masalah-masalah “siapa memperoleh apa, kapan dan bagaimana” (who gets what, when and how).
Dalam kenyataannya memang seperti itu, persoalan politik selalu menyangkut siapa yang sedang mengejar apa. Kemudian juga kapan dan bagaimana yang dikejar itu dapat diperoleh. Sebagai misal, siapa saja yang ingin menjadi ketua partai? Kemudian kapan dan bagaimana kursi ketua partai itu dapat diraih? Dengan cara yang wajar atau tidak? Timing nya tepat atau tidak? Siapa yang ingin menjadi anggota parlemen, gubernur, bupati, menteri, presiden, kemudian kelompok-kelompok politik mana saja yang mendukung siapa tersebut.
Politik, satu terminologi yang pada saat ini sedikit trend, banyak dibicarakan, dan menjadi pusat perhatian beberapa kalangan yang berkepentingan. Menurut beberapa pendapat, politik diartikan sebagai as a power, politik adalah kekuasaan, politik selalu diorientasikan pada tujuan pencapaian kekuasaan. Hampir senada dengan pendapat terminologi politik kontemporer tersebut, Miriam Budiardjo dalam bukunya “Dasar-Dasar Ilmu Politik”, memberikan definisi politik sebagai cara, metode, alat, “seni” bagaimana memperoleh kekuasaan, bagaimana menjalankan kekuasaan, serta bagaimana mempertahankan kekuasaan.

Berdasarkan sejarah, politik merupakan ilmu yang paling tua. Politik lahir ketika manusia mengenal hidup bermasyarakat, bersosialisasi, berinteraksi satu sama lain, serta ketika sekelompok manusia mampu mempengaruhi kelompok atau elemen manusia lainnya. Jika demikian adanya, maka politik adalah kodrat, politik merupakan sifat manusia yang terbawa akibat sosial entitasnya. Pada dasarnya politik adalah suci, yaitu untuk kesejahteraan, kemakmuran dam keamanan umat manusia (social welfare). Kekotoran politik muncul ketika proses: “Bagaimana memperoleh kekuasaan, bagaimana menjalankan kekuasaan, serta bagaimana mempertahankan kekuasaan” dan proses-proses tersebut dilaksanakan dengan cara/metode yang salah, kotor, penuh kecurangan dan pengkhianatan.

Politik lahir akibat proses sosial yang dialami sekelompok manusia, sehingga  patronase kehidupan politik masyarakat akan sangat khas dan heterogen antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Masyarakat Eropa akan membentuk patronase kehidupan politik Eropa, masyarakat Asia akan membentuk patronase kehidupan politik Asia yang  berbeda karakternya dengan patronase politik Eropa. Begitu pula dengan masyarakat “Sunda” akan membentuk patronase politik “Sunda” yang bersifat khas, sesuai dengan pola budaya masyarakat yang hidup di “Tatar  Sunda”.

Etos, lebih bersifat abstrak, menyangkut tata nilai dan pola nilai, bersifat psikologis, serta menyangkut pola “semangat” dari suatu masyarakat yang telah terpatron/terbekukan dalam waktu yang cukup lama. Sama halnya dengan politik, etos terbentuk sebagai akibat dari hidup sosial manusia, sebagai hasil dari pergaulan manusia. Etos dapat berupa pola, pranata, peribahasa, ungkapan-ungkapan yang menjadi dasar semangat serta mempengaruhi kehidupan dan perilaku suatu komunitas masyarakat. Sehingga dengan demikian, etos politik dapat diartikan sebagai pola “semangat” dari suatu masyarakat/komunitas tentang kehidupan politiknya serta terbentuk dalam kurun waktu yang cukup lama.

Menurut pengamatan penulis, masyarakat Sunda banyak sekali memiliki etos-etos yang mempengaruhi kehidupannya, termasuk dalam kehidupan berpolitik. Misalnya dalam filosofi Sunda dikenal istilah “Caina Herang Laukna Benang”. Filosofi tersebut jika diterapkan dalam kehidupan politik mengandung pengertian bahwa tujuan politik adalah suatu keharusan yang harus dicapai, tapi proses pencapaiannya jangan sampai membawa dampak (red: kekotoran) negatif terhadap masyarakat dan elemen-elemen lain disekitarnya. Tujuan politik adalah “kekuasaan”, sehingga pencapaian tujuan politik adalah tercapainya kekuasaan. Prinsip “Caina Herang Laukna Benang” mengisaratkan bahwa pencapaian tujuan politik (red: kekuasaan) harus dilakukan dengan cara yang bersih (baik/mengusung etika), bertujuan bersih, menggunakan metode bersih sehingga dampaknya diharapkan akan bersih.

Dalam masyarakat Sunda dikenal pula filosofi “ Siger Tengah”. Dalam kehidupan politik, konsep “Siger Tengah” mengandung pengertian bahwa seorang politisi harus bisa mengakomodasi semua komponen, semua kepentingan (interest), tidak berat sebelah, dapat membuat keputusan-keputusan politik yang mampu mengakomodasi semua kepentingan, serta mampu berdiri diantara beberapa kelompok masyarakat terutama kelompok masyarakat yang berbeda pandangan, ideologi, atau pola anutan nilai. Filosofi “Siger Tengah” bukan menunjukan bentuk ikonsistensi sikap serta bukan pula menunjukan sikap yang “abu-abu”, Filosofi “Siger Tengah” lebih diorientasikan pada pengungkapan sikap yang akomodatif dan tercapainya stabilitasi kondisi.
Kehidupan politik secara empiri terutama dilihat dari sudut pandang black politic identik dengan kekerasan, kekotoran, dan pengkhianatan. Menurut pengamatan penulis faktor-faktor tersebutlah yang menyebabkan kenapa orang Sunda sampai saat ini belum bisa menunjukan eksistensi significan dalam panggung politik nasional. Orang Sunda terkenal dengan sikap yang ramah dan “teu tegaan” (sikap empati), sedangkan dalam perebutan kekuasaan (red: tujuan politik) terkadang harus membuang sifat ramah dan rasa kasihan bahkan terhadap teman sekalipun hanya untuk tercapainya tujuan politik.

BIDANG-BIDANG KAJIAN ILMU POLITIK


1.      teori ilmu politik yang meliputi teori politik dan sejarah perkembangan ide-ide politik
2.      lembaga-lembaga politik yang meliputi UUD, pemerintahan nasional, pemerintahan daerah dan lokal, fungsi ekonomi dan social dari pemerintah dan perbandingan lembaga-lembaga politik
3.      partai politik, organisasi kemasyarakatan, pendapat umum, partisipasi warga Negara dalam pemerintahan dan administrasi
4.      hubungan internasional yang meliputi politik internasional, organisasi-organisasi dan administrasi internasional dan hukum internasional.