Jumat, 24 Desember 2010

KONFLIK AGRARIA PADA MASA ORDE BARU BAGIAN 3


Sengketa Agraria Regional
Potensi sumber daya alam yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia, mengakibatkan para pemodal berlomba-lomba menguras sumber daya agraria yang ada. Sehingga memicu timbulnya kasus-kasus sengketa tanah di banyak pulau-pulau besar di Indonesia.

Sulawesi
Sulawesi yang wilayahnya cukup luas dan bahkan dicanangkan menjadi daerah tujuan transmigrasi ternyata masih ditemukan cukup banyak keluarga petani yang tidak memiliki tanah. Dukungan politik dari pemerintah menyebabkan semakin pesatnya perkembangan perkebunan besar milik swasta di Sulawesi. Diambilnya tanah-tanah adat untuk kepentingan pengembangan perkebunan besar dan pembangunan telah menyebabkan berbagai aksi penolakan rakyat. Kasus ini terjadi di Gorontalo, ketika PT NM membebaskan lahan milik warga yang akan digunakan untuk pembangunan industry gula.

Kalimantan
Persoalan konflik internal yang berkembang di masyarakat adat dalam penguasaan dan pemilikan tanah, yang variatif. Selain konflik internal, persoalan eksternal juga mewarnai pokok munculnya sengketa tanah yakni kuatnya hegemoni Negara dalam menguasai dan memiliki tanah, di samping pemerintah sendiri tidak mengakui hak masyarakat adat untuk mengelola sumber daya alam. Perusahaan swasta biasanya menggunakan cara penyerobotan, pemaksaan dan pemberian ganti rugi yang tidak layak dengan dalih telah direstui pemerintah untuk kepentingan pembangunan.

Jawa
Perebutan penguasaan tanah garapan petani masih mendominasi sebab konflik persengketaan tanah di hampir seluruh wilayah Jawa. Ganti rugi yang diberikan dalam pembebasan tanah dianggap tidak memadai. Contoh : tanah untuk jalan dan pariwisata, seperti kasus sengketa tanah karena pembangunan kawasan wisata di Bali.

Nusa Tenggara Timur
Provinsi ini merupakan daerah yang cukup potensial untuk memunculkan konflik-konflik yang berhubungan dengan permasalahan agraria. Di kawasan ini, berlaku hukum-hukum adat yang mengatur pengambilan sumber-sumber alam. Pelanggaran terhadap hukum-hukum adat akan menyebabkan konflik-konflik dengan masyarakat yang masih memegang teguh adat. Contoh : kasus Molo Selatan 1972, lahan diambilalih oleh Dinas Kehutanan untuk kawasan hutan. Rakyat baru melakukan perlawanan di tahun 1995.

Sumatera
Konflik tanah terjadi hampir diseluruh daerah sumatera. Contoh : konflik tanah di Sumatera Utara, fenomena yang nama adalah :
1. Tidak dikembalikannya tanah-tanah rakyat yang disewa oleh pihak perkebunan setelah habis masa sewanya
2. Pengembalian kembali lahan perkebunan bekas Belanda maupun yang habis masa HGU-nya yang dikuasai masyarakat oleh pihak perkebunan
3. Pemberian hak kepada pihak perkebunan untuk menggarap areal hutan yang dilindungi dan melarang rakyat untuk menggarapnya
Kasus sengketa tanah yang terjadi di sebagian besar daerah di Pulau Sumatera adalah mengenai perebutan areal perkebunan yang digarap petani dan kemudian dikuasai pihak lain.

Irian
Tidak adanya kepastian hukum yang jelas terhadap pemilikan tanah oleh masyarakat adat memicu timbulnya konflik. Lemahnya posisi rakyat menyebabkan penguasaan tanah digunakan oleh pihak swasta dan Negara untuk pengembangan perkebunan besar dan pemberdayaan hutan.
Kasus masyarakat vs perusahaan karena adanya perbedaan konsep tentang hak milik tanah. Masyarakat adat di Irian tidak mengenal lembaga jual beli, karena mereka masih hidup sebagai masyarakat agraris dengan pola hidup subsisten yang sangat tergantung kepada hutan, tanah dan lingkungan.

0 komentar:

Posting Komentar