Jumat, 24 Desember 2010

KONFLIK AGRARIA PADA PERIODE PRAKOLONIAL

Menurut Van Setten van der Meer, hak menguasai tanah pada awalnya bersumber dari kerja seseorang membuka hutan atau tanah-tanah yang semula tak tergarap. Tanah yang baru saja dibuka tersebut disebut sebagai tanah bakalan.
Dilihat dari pola hubungan produksi, Burger menyatakan bahwa masyarakat Jawa prakolonial samapai tahun 1800-an terbagi menjadi dua kondisi, yaitu :
1. Di desa-desa terdapat kehidupan ekonomi yang sederhana (subsistence)
2. Kehidupan masyarakat yang terikat pada hubungan-hubungan kekuasaan dan ketaatan kepada kekuasaan raja-raja, buupati-bupati dan kepala-kepala yang berada diatas kekuasaan desa (feudal).
Dalam system feudal ada tiga pihak yang masing-masing berkepentingan dalam system penguasaan tanah yaitu raja, priyayi dan rakyat atau petani (wong cilik). Jumlah penduduk (cacah) sangat berpengaruh dalam system ini. System politik pada saat itu menciptakan keadaan semakin jauhnya rakyat dari pusat pemerintahan, semakin lemahnya kekuasaan kerajaan karena raja tidak mampu mengawasi rakyat secara efektif. Kondisi politik menjadi tidak stabil sehingga mendorong terjadinya gejolak-gejolak dan pemberontakan di daerah-daerah bawahan kerajaan yang jauh dari pusat pemerintahan.


0 komentar:

Posting Komentar